
Project tidak ditemukan.
Ninja Wanita Muda
oleh Anjasmara
Aku bukan siapa-siapa di sekolah. Cuma Aoi, cewek kelas 11 yang duduk paling pojok, sering bolos olahraga, dan sepatunya selalu kotor tanah. Mereka bilang aku “cuma anak mager”. Tapi ya gapapa, sih. Urusan mereka.
Yang mereka nggak tahu: malem-malem, aku jadi ninja. Bukan ninja abal-abal ala anime lawas, tapi yang beneran—lengkap dengan surat tugas dari klan yang (nggak) resmi, shuriken yang masih ada stiker One Piece-nya, dan misi rahasia yang bayarannya cukup buat beli kuota 100GB sebulan.
Target malem ini: ambil amplop kertas dari kantor walikota. Katanya isinya daftar korupsi. Gampang. Masuk lewat jendela lantai tiga, turun pake tali, kelar. Tapi begitu aku mendarat di atas meja, ada dia: Aru. Cowok kelas 12 yang jadi kapten basket, senyumnya segede lapangan, dan—ya ampun—barusan nontonin aku jungkir balik dari langit-langit.
Dia cuma melongo, terus bisik, “Lu… ninja?”
Aku mikir: ini bisa berabe. Tapi alih-alih teriak, dia malah ngasih aku sebotol es kopi (yang ternyata dia beli buat lembur tugas sejarah). “Biar nggak ngantuk pas nyelinap,” katanya.
Jadi, yaudah. Aku minum. Kopi itu manis, agak pahit, kayak perasaan yang baru aja muncul tiba-tiba.
Dari situ kita jadi tim. Dia yang bikin peta gedung, aku yang masuk. Dia yang bikin alibi, aku yang eksekusi. Kami nggak pernah ketemu siang—dia sibuk latihan, aku sibuk tidur di perpus. Tapi malem? Kami jadi bayangan. Kadang, sebelum misi, kita duduk di atap sekolah, berbagi earphone, dengerin playlist lo-fi yang dia bikin khusus buat “misi” kita.
Sampai satu malam, dia bilang, “Aoi, kalo misi terakhir ini beres… mau nggak kita coba misi baru?”
“Misi apa?”
“Jadian.”
Aku nyemplak dia pake shuriken mainan (yang kutaruh di saku buat jaga-jaga). Dia ketawa. Dan, yaudah, aku nyaut.
Misi terakhir kami: bocorin data ke publik. Kami berhasil. Tapi besoknya, Aru nggak masuk sekolah. SMS dari nomor asing:
“Kapten basket pindah. Ortu dia kerja di kantor yang lo hack. Dia diusir kota. Jangan cari.”
Aku nggak nangis. Ninja nggak boleh nangis—itu aturan kuno. Tapi malem itu, aku tetap di atap sekolah, earphone ditempel, playlist lo-fi-nya diputer berkali-kali. Lagunya sekarang judulnya “for A.”
Dua tahun lagi, aku lulus. Kuliah di Kyoto, jurusan desain grafis (biar bisa bikin stiker ninja yang lebih aesthetic). Suatu sore, ada pesan di DM Instagram:
“Misi baru, mau gabung? – A”
Aku tersenyum.
Kali ini, nggak perlu shuriken. Cukup kopi, playlist, dan hati yang masih deg-degan kayak malam pertama kami di atap.
Karena ninja wanita muda ini sudah belajar: cinta paling sakti bukan ilmu menghilang, tapi ilmu tetap ada—walau dunia sibuk usir kalian berdua.
Project tidak ditemukan.




Project tidak ditemukan.